Forum Diskusi Ma’had Aly Qoryatul Qur’an: Ramadan Momentum Taat, Islam Kaffah, dan Tinggalkan Liberalisme

Sebuah forum diskusi bertajuk "Ramadan Momentum Taat, Islam Kaffah, dan Tinggalkan Liberalisme" digelar di Aula Musala Al-Mukmin Babadan pada Rabu, 5 Maret 2025. Acara yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga 11.15 WIB ini dihadiri oleh para mahasantriwati Ma’had Aly Qoryatul Qur’an dengan antusiasme tinggi.

Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman Islam secara kaffah, membangun pemikiran kritis terhadap liberalisme, menjadikan Ramadan sebagai momen perbaikan diri, serta membiasakan budaya ilmiah dan ukhuwah Islamiyah di kalangan santri.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh Ustazah Alma sebagai MC. Setelah menyampaikan susunan acara, beliau mempersilakan Sopiyah, seorang mahasantriwati, untuk melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Suasana berlangsung khidmat. Selanjutnya, Ustazah Alma mempersilakan Ustazah Dian untuk memandu jalannya diskusi sebagai moderator.

Di awal sesi, Ustazah Dian memperkenalkan narasumber yang akan mengisi forum diskusi kali ini. Beliau adalah Ustazah Mailatifatul Farida, S.Si. Kelahiran Tuban, 14 Mei 1989. Saat ini tinggal di Bulu, Sukoharjo. Status beliau adalah ibu dari tiga anak.

Aktivitas sehari-hari Ustazah Farida adalah berdakwah, aktif mengisi kajian ibu-ibu dan remaja, founder Kajian Ibu-ibu dan Remaja di Cemetuk Tawangsari. Moto beliau adalah: Istikamah dalam perjuangan Islam kaffah sampai Allah meminta kembali pulang.

Forum Diskusi Ramadan: Momentum Taat Islam Kaffah dan Tinggalkan Liberalisme
Suasana forum diskusi di Musala Al Mukmin Babadan

Setelah memperkenalkan profil narasumber, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Ustazah Farida. Beliau mengapresiasi semangat para mahasantri dalam mencari ilmu, meskipun berasal dari Generasi Z, generasi yang sering dicap sebagai generasi rebahan. Namun, berbeda dengan anggapan umum, mahasantriwati yang hadir menunjukkan antusiasme tinggi dalam menuntut ilmu dan beramal kebaikan.

Ramadan adalah bulan yang agung, di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan. Para sahabat dahulu semakin meningkatkan ibadahnya, bahkan jihad Perang Badar pun terjadi di bulan ini. Namun, di zaman sekarang, umat Islam menghadapi tantangan berupa ghazwul fikr (perang pemikiran).

Oleh karena itu, generasi muda harus membekali diri dengan pemahaman Islam yang benar dan kaffah agar tidak mudah terpengaruh oleh pemikiran yang menyeleweng, seperti sekularisme dan liberalisme. Ustazah Farida menyoroti beberapa problematika yang dihadapi pemuda Muslim saat ini.

Pertama, Ramadan hanya dianggap sebagai ritual tahunan tanpa kesadaran akan maknanya. Banyak yang menjalankan ibadah Ramadan hanya sebagai rutinitas, tanpa memahami nilai keimanan di baliknya. Contoh nyata: jumlah jemaah tarawih yang berkurang di pertengahan atau akhir Ramadan.

Pola hidup instan membuat generasi muda kehilangan daya juang, sehingga Ramadan hanya dirasakan sebatas menahan lapar dan dahaga saja. Ini menjadi masalah yang harus dicarikan solusinya, agar pemuda mendapatkan ruh dalam menjalani amalan Ramadan.

Kedua, Bermaksiat di bulan Ramadan (STMJ: Salat Terus Maksiat Jalan). Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim masih diwarnai oleh kemaksiatan. Contoh: ada orang yang rajin salat, tetapi tetap berpacaran atau bergibah.

Ketiga, Sibuk dengan urusan pribadi, lupa akan penderitaan saudara seiman. Di saat umat Islam di Palestina harus berjuang bertahan hidup di bulan Ramadan, sebagian pemuda malah sibuk dengan hal-hal yang tidak produktif.

Kasus-kasus miris terjadi, seperti anak yang tega membunuh orang tuanya hanya karena ingin memiliki HP, serta banyaknya anak muda yang terjerumus dalam judi online dan pinjaman online.

Data menunjukkan peningkatan kasus HIV/AIDS akibat pergaulan bebas. Mirisnya, ada anak usia 14 tahun yang sudah terjangkit penyakit ini, bahkan sudah mengalami kehamilan di luar nikah.

Penyebaran sekularisme semakin luas, membuat agama dianggap eksklusif dan dipisahkan dari kehidupan. Dampaknya, liberalisme berkembang, menawarkan kebebasan tanpa batas dalam berbagai aspek kehidupan.

Untuk menghadapi tantangan ini, menurut Ustazah Farida, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang kaffah. Peran pemuda sangat penting dalam kebangkitan Islam. Pemuda harus menjadi pemimpin perubahan.

Seperti para sahabat Rasulullah, misalnya Utsman bin Affan dan Zubair bin Awwam, yang sudah berperan besar dalam perjuangan Islam sejak muda. Bahkan dalam sejarah, berbagai revolusi besar, seperti Revolusi Bolshevik di Rusia dan perjuangan kemerdekaan Indonesia, digawangi oleh pemuda.

Pemuda harus menjadi kontrol sosial. Pemuda harus peduli terhadap kondisi masyarakat dan berusaha mengajak mereka lebih dekat kepada Allah. Menjadi agen perubahan yang menyeru kepada kebaikan dan menolak kemaksiatan.

Pemudi adalah calon ibu pencetak generasi pemimpin peradaban. Muslimah harus meneladani wanita-wanita tangguh di Gaza yang membesarkan anak-anak mereka dengan keberanian dan keteguhan iman sejak dini.

Ustazah Farida menutup materinya dengan pesan inspiratif: "Berjuanglah tanpa henti. Jangan pernah berhenti berkontribusi sampai kembali kepada Ilahi Rabbi."

Diskusi kemudian berlangsung interaktif, dengan banyak mahasantriwati yang mengajukan pertanyaan. Beberapa santri, seperti Nurul, Raida, dan Hanifa Salsabila, aktif berpartisipasi dalam sesi tanya jawab, menunjukkan ketertarikan yang tinggi terhadap topik yang dibahas.

Moderator, Ustazah Dian, menutup sesi diskusi dengan menekankan bahwa wawasan yang telah diperoleh harus menjadi bekal bagi para santri dalam menghadapi tantangan dakwah di era modern.

Acara kemudian ditutup kembali oleh MC, Ustazah Alma, dengan harapan bahwa diskusi ini dapat menjadi inspirasi bagi para mahasantriwati untuk terus memperdalam pemahaman Islam kaffah dan menjaga semangat perjuangan Islam di bulan Ramadan dan seterusnya.

Reporter: Ustazah Almar’ Atush Sholihah 

Posting Komentar untuk "Forum Diskusi Ma’had Aly Qoryatul Qur’an: Ramadan Momentum Taat, Islam Kaffah, dan Tinggalkan Liberalisme"