Kamis, 9 Januari 2025. Para ummahat dan ustazah PPTQ Qoryatul Qur’an didampingi direktorat, sowan silaturahmi ke rumah Almarhum Ustaz Muhammad Amir, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, yang telah meninggal dunia pada usia 90 tahun pada malam tanggal 31 Oktober 2024 di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
Kedatangan rombongan dari Weru, Sukoharjo ini disambut oleh istri almarhum, yakni Ustazah Askariyah, ditemani Dokter Nur Jannah (anak ketiga), Ibu Faizah dan suami (anak kedelapan), dan Ustazah Nia (anak ketiga belas). “Kaget, haru, dan bahagia menerima tamu dari Qoryatul Qur’an,” ungkap Bu Faizah, “Semoga menjadi silaturahmi yang dapat memperberat amal kita di akhir hayat.”
Pesan dari Almarhum Ustaz Amir
Majelis bersama keluarga almarhum Ustaz Amir, banyak sekali pembelajaran tentang makna kehidupan yang diterima oleh segenap yang hadir. Di antaranya adalah pesan yang pernah disampaikan oleh Ustaz Amir yang melekat pada anak-anak almarhum, bahwa kematian akan datang kapan saja.
Silaturahmi ke rumah Almarhum Ustaz Amir |
“Maka, jangan pernah mengharapkan sanjungan manusia,” begitu pesan almarhum semasa hidup. “Yang penting bagi kita adalah, bagaimana Allah memandang kita. Cukup Allah yang membuat kita bahagia. Niatkan semua karena Allah, insyaallah akan Allah mudahkan segalanya.”
Ustaz Amir Tokoh Dakwah Islam
Ustaz Amir dan Ustazah Askariyah merupakan salah satu perintis PPI Al Mukmin. Banyak lembaga yang beliau rintis, di antaranya adalah SD Al Amin (yang sekarang dikelola oleh Al Islam), Pondok Pesantren Lailatul Qadar, beberapa cabang majelis taklim Husnul Khatimah, dan masih banyak lagi. Termasuk tokoh yang ikut merintis bersama Ustazah Askariyah adalah Ustazah Aisyah Baraja, Ustazah Qamar, dan lainnya.
Keteladanan Rumah Tangga Ustaz Amir
Dalam kisah yang disampaikan Ustazah Siti Askariyah, beliau dinikahkan dengan almarhum pada usia 16 tahun. Berhubung saat itu beliau masih menempuh pendidikan di pesantren, jadi setelah menikah beliau tetap harus kembali lagi melanjutkan pendidikan di pesantren masing-masing dan kemudian setelah lulus dari pesantren barulah melanjutkan rumah tangga beliau berdua.
Dari pasangan pendakwah ini, terlahir 14 anak yang terdiri dari 7 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Saat ini beliau sudah memiliki 60 cucu dan 12 cicit. Sebelum wafat, Ustaz sempat dirawat di rumah sakit selama 14 hari. Setiap hari, satu per satu anak bisa bergiliran hadir menyambangi beliau. Meskipun mungkin ada yang hanya satu sampai dua jam saja.
Ustaz Amir memulai merintis keluarga dakwah di Serengan pada tahun 1963, dan 14 tahun setelahnya mulai didirikan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki. Selama 65 tahun berumah tangga, Ustazah Askariyah bersaksi tidak pernah sekalipun mendapat perlakuan kasar dari sang suami, bahkan bertengkar pun tidak pernah. Itulah keteladanan yang sangat dipegang kuat oleh keluarga ini, yakni nilai sabar, ikhlas dan tawakal.
Ada sebuah rutinitas keluarga yang tidak pernah absen ditinggalkan, yang disebut dengan 3T, yaitu: Tahsin, Tafsir dan Tausiah. Kegiatan ini merupakan sarana berkumpul keluarga yang rutin dilaksanakan setiap satu pekan sekali, yakni pada hari Sabtu, waktunya biasanya sore sampai malam. Bisa dibilang ini adalah waktu weekend dan quality time untuk semua keluarga dari anak sampai cicit, berkumpul jadi satu.
Rangkaian dalam kegiatan ini yang pertama setelah Salat Magrib, seluruh keluarga harus membaca Al-Qur’an/Iqra’ (tahsin), di mana seluruh anggota keluarga akan berurutan untuk disimak langsung oleh Ustazah Askariyah. Setelah tilawah, selanjutnya akan ada tausiah yang diisi langsung oleh Ustaz Amir sebelum wafatnya. Dan setelah selesai, kegiatan ini dilanjutkan dengan rapat bagi yang sudah dewasa, sedangkan anak-anak bisa bermain di area rumah yang dalam.
Rapat keluarga ini tidak sembarang rapat, karena yang dirapatkan merupakan problematika umat yang akan dibahas bersama problem solving-nya. Ini hal langka yang perlu menjadi teladan bagi setiap keluarga dakwah. Tujuannya adalah untuk akhirat, bukan money oriented.
Parenting Ala Ustaz Amir dan Ustazah Askariyah
Perlu diketahui bahwa, dalam mengasuh anak dan membersamai perjuangan dakwah Ustaz Amir, Ustazah Askariyah juga merupakan seorang juragan tekstil yang memiliki empat toko di Pasar Klewer. Tentu saja tugas beliau sehari-hari tidaklah ringan, tapi beliau terbukti sukses mengasuh anak-anaknya sampai menjadi orang-orang yang sukses pada bidangnya masing-masing.
Bahkan Bu Faizah menyampaikan, “Kami anak-anak Bapak dan Ibu tidak pernah sekalipun dimarahi dan dipukul oleh beliau.” Anak-anak Ustaz Amir beberapa ada yang menjadi dosen dan guru, ada yang menjadi peternak, pengusaha konveksi dan katering, juga ada pula yang menjadi dokter dan apoteker.
Pesan yang Ustaz selalu sampaikan pada anak-anaknya yaitu, “Hubungan darah jangan sampai terputus.” Salah satu pengikatnya adalah dengan kegiatan kumpul rutin. Ketika ditanya apakah Ustazah kerepotan dalam mengasuh anak-anak? Beliau menjawab, “Memang repot. Tergantung bagaimana mindset kita. Kuncinya adalah sabar dan syukur, semua gantungkan pada Yang Maha Kuasa.”
Apalagi, selain merawat anak sendiri, beliau juga mengasuh anak-anak yang dititipkan orang tuanya kepada beliau untuk dididik. Inilah keteladanan selanjutnya yang kami dapatkan dari beliau, yakni bagaimana mengajar dan merawat dengan cinta.
Beberapa ilmu parenting yang didapatkan dari rumah tangga pendakwah ini, yang disampaikan melalui beberapa cuplikan kisah dari anak dan menantu yang turut hadir dalam majelis, adalah cara menangani anak yang spesial, pendekatan kepada anak dan bahwa dalam menangani anak yang spesial, memang butuh kesabaran ekstra.
Bu Faizah (berkerudung merah) menunjukkan dan mengenalkan foto keluarga Ustaz Amir (Ustazah Askariyah: berkerudung ungu) |
Ketika ada salah satu anak beliau yang bertengkar atau usil kepada saudaranya, Ustaz akan mengajak ke kamar anak beliau yang menangis atau diusilin dan diberi makanan yang ada, sambil menenangkan dan berkata, “Ben sing nakal dikancani gundul pringis.” (Biarlah anak yang nakal ditemani oleh gundul pringis―jenis makhluk halus yang diyakini masyarakat Jawa). Tanpa memukul dan memarahi anak yang usil.
Dokter Nur Jannah menyampaikan pesan, “Seorang ibu harus menjaga lisannya. Jangan sampai lisan kita mengeluarkan kalimat-kalimat buruk bagi anak kita, yang nanti bisa menjadi doa. Maka, sebagai anak kita juga tidak boleh menyakiti ibu kita, agar tidak keluar kalimat buruk nantinya.”
Dalam hal menguatkan ikatan kepada anak-anak, Ustaz melakukan pendekatan pada setiap anak dengan pendekatan per personal masing-masing, melalui hobi dan karakter masing-masing anak yang berbeda-beda. Sedangkan Ustazah Askariyah melakukan pendekatan dengan penuh rasa adil, merata pada semua anak-anaknya. Yang satu dapat, yang lainnya juga harus dapat. Yang satu diajak jalan-jalan keluar, yang lain juga harus mendapatkan perlakuan yang sama.
Ustaz dan Ustazah sangat kompak dalam bidang pendidikan, beliau menanamkan pada anak-anaknya bahwa belajar itu sampai liang lahat. Apapun ilmu yang didapatkan bermanfaat untuk orang lain, semakin banyak kita mendapatkan ilmu, semakin besar kemanfaatan yang bisa kita berikan untuk orang lain. Sekolah bukanlah hal yang menyulitkan, apalagi menghambat.
Ustazah Askariyah menekankan bahwa pendidikan pada anaknya agar dapat mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Suatu hari, roda sepeda Dokter Nur Jannah bocor. Karena sudah tidak ada bengkel yang buka pada sore hari, Ustazah menyarankan untuk datang ke tukang bengkel besok paginya, dan memperhatikan dan mempelajari bagaimana caranya menambal ban yang bocor.
Keesokannya beliau pergi ke bengkel dan melaksanakan perintah ibundanya. Pergi ke bengkel untuk belajar, bukan untuk menambal ban. Sepulang dari tambal ban, ustazah membelikan peralatan tambal ban dan membawanya ke rumah, untuk digunakan Dokter Nur Jannah menambal roda sepedanya sendiri. Prinsip yang Ustazah tekankan pada anak-anaknya, selama yang lain bisa, kita juga pasti bisa.
Karakter Ustaz Amir dan Ustazah Askariyah
“Bapak orang yang sangat disiplin, sedangkan Ibu sangat berpendirian kuat,” ungkap sang anak. “Beliau adalah sosok yang keikhlasannya luar biasa besar. Di samping berpikir positif, ikhlas adalah kunci dari kesehatan. Ikhlas yang murni tanpa ada campuran. Ada sebuah kisah ketika beliau sedang mendapat fitnah dari orang lain, beliau hanya menjawab dengan kata “ora papa” (tidak apa-apa). “Kita lebih beruntung karena amal baik yang mereka kerjakan akan terkirim pada kita.”
Kegiatan sampingan yang biasa Ustaz Amir kerjakan adalah beternak dan memasak. Suatu ketika, Ustaz Amir pamit untuk berbelanja ke pasar. Sepulang beliau dari pasar, seisi rumah kaget karena beliau pulang ke rumah membawa buah-buahan yang busuk. Ketika ditanya beliau menjawab dengan tenang, “Penjual yang buah-buahannya busuk pasti rugi, tidak akan ada orang yang mau membeli dagangannya. Tapi bapak beli ini masih bisa Bapak manfaatkan untuk jadi makanan bebek. Penjual senang, dan tidak akan mubazir.”
Ustazah Askariyah merupakan orang yang sangat berhati-hati terhadap makanan yang masuk pada tubuh beliau. Beliau sangat jarang jajan di luar, beliau akan sangat teliti memeriksa kejelasan halal dan thayib pada tiap makanannya. Kalau sekiranya terpaksa harus beli dari luar, beliau akan memilih lauk dari jenis ikan-ikanan.
Jiwa Ustaz Amir untuk umat dan dakwah Islam sangatlah kuat. Apapun amalnya harus ada tujuan dakwah. Dalam potret kisah beliau, ketika beliau sakit parah dan tidak bisa melaksanakan salat lima waktu di masjid, ketika tiba waktu Salat Jumat beliau sangat berkeinginan kuat untuk salat di masjid, sampai harus membawa kasur ke masjid. Pun dalam pesan beliau kepada para anaknya, ketika memilih rumah, harus yang dekat dengan masjid. Karena akan memberikan lingkungan yang baik.
Ketika ditanya apakah Ustaz Amir anti pemerintahan, Dokter Nur Jannah menjelaskan, “Bapak tidak anti pemerintah, bapak seorang PNS (pegawai negeri sipil), saya juga dokter PNS. Bapak adalah sosok yang menyeimbangkan antara ilmu agama dan ilmu umum.”
Beliau juga menambahkan bahwa Bapak sangat anti kolusi. Dikisahkan, ketika Dokter Nur Jannah mendaftar sebagai seorang ASN (aparatur sipil negara), dengan penguji adalah orang yang sangat dikenal Ustaz Amir dan sangat mungkin dan mudah untuk memakai kesempatan jalur dalam, justru beliau tidak menggunakan kesempatan itu. Beliau hanya menanggapi, nanti kalau nilanya bagus juga lolos.
“Ustaz memiliki feeling yang kuat,” kenang Dokter Nur Jannah. Disampaikannya kisah yang sangat tertancap pada ingatan beliau tentang feeling ustaz. Ketika itu Dokter Nur Jannah mengalami sakit lumpuh di usia empat tahun. Segala macam terapi sudah dijalani, berbagai rumah sakit sudah didatangi. Di ujung harapan Ustaz ketika masa itu, beliau sampaikan pada Nur Jannah, “Nduk, yang sabar, Allah sedang menguji kita. Insyaallah besok kamu akan jadi dokter.” Atas kuasa Allah, hal tersebut sudah terwujud.
Ustaz Amir dan istri sangat dekat dengan Al-Qur’an. Setiap hari harus mengaji. Sebelum wafat, sekitar usia 70 tahunan, setiap 3-4 hari (paling maksimal 7 hari) Ustaz Amir pasti dapat mengkhatamkan Al-Qur’an. Beliau berkata, “Semua masalah jalan keluarnya adalah ngaji.” Begitu pula yang beliau didikkan kepada anak cucu. Meskipun masih kecil yang paling utama harus bisa mengaji lebih dulu.
Pesan Keluarga Ustaz Amir kepada Keluarga Besar Qoryatul Qur’an
Seburuk-buruknya orang tua kita, kita tetap harus berbakti kepada keduanya. Meskipun orang tua kita yang salah. Itu merupakan sebuah tantangan kita untuk bisa menghijrahkan orang tua kita. Kita semua di sini termasuk orang-orang yang beruntung. Kita lahir dengan tepat. Karena kita tidak bisa menuntut kita akan dilahirkan pada keluarga yang seperti apa.
Tujuan kita semua sama, yaitu mewujudkan khairu ummah, yang akan terwujud dengan muthmainnah, sehingga akan menuju kepada husnul khatimah. Mengeluh pada keadaan dan kondisi hanya akan mendekatkan diri kita pada kekafiran. Karena mengeluh merupakan lawan kata dari rasa syukur, maka itu berarti kita telah berbuat kufur.
Mari wujudkan khairu ummah dengan cara berjamaah, komunikasi, dan saling menasehati. Karena keajaiban akan mendatangi siapa saja yang melakukan yang terbaik buat dirinya dan orang lain. My miracle is on the way. Insyaallah.
Dalam mendidik dan menangani gen Z, kurangi interaksi mereka dengan gadget. Hal ini sudah sangat sesuai dengan program pesantren. Hanya saja masalahnya adalah ketika santri berlibur. Caranya yaitu berilah mereka tugas. Ini akan menjadi bentuk pengalihan untuk mereka, bukan hanya larangan saja. Perbanyak sharing edukasi dengan cara terus upgrade diri dengan menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu akan memudahkan jalan kita masuk surga.
Ketika menghadapi masalah dalam mendidik, menangislah. Akan tetapi menangisnya ke Allah. Kesabaran merupakan sebuah kunci agar semua masalah bisa selesai. Selama masalah itu masih terlihat oleh mata, maka selama itu pula masalah masih bisa diselesaikan dan bisa diubah. Jangan berprasangka buruk, baik pada manusia apalagi Allah.
Dengan cara tidak mengeluh. Karena ujian/tantangan merupakan tanda kepercayaan Allah pada kita. La yukalifullahu nafsan illa wus’aha. Perbanyaklah berdoa. Karena pertolongan Allah yang akan menguatkan kita. Batu keras saja bisa jadi cekung, hanya karena air. Apalagi masalah. Hadapi ujian dengan ucapkan: “Saya punya Allah.”
Penutup dari keluarga Ustaz Amir, “Apa yang kami sampaikan pada sesi kali ini bukan berarti kami hendak menyombongkan diri kami. Akan tetapi kami hendak menyombongkan bahwa kuasa Allah itu sangat besar.”
Reporter: Ustazah Rillia
Posting Komentar untuk "Ummahat dan Ustazah PPTQ Qoryatul Qur’an Sowan Silaturahmi Keluarga Almarhum Ustaz Amir di Ngruki"