- Kepala Unit MATQ Qoryatul Qur’an
- Wadir Kepengasuhan PPTQ Qoryatul Qur’an
Dalam sebuah kisah fiksi yang mengisahkan kehidupan di zaman dahulu, ada disebutkan tentang sebuah klan yang hidup beratus-ratus hingga berabad-abad tahun. Mereka memiliki umur yang jauh lebih panjang daripada manusia biasa, yang umumnya hanya hidup puluhan tahun. Ada yang sampai seratus tahun itu pun sangat jarang.
Tradisi dalam klan tersebut sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan dalam kehidupan sosial mereka. Kesimpulannya, bahwa bagi mereka yang sudah dewasa atau tua, nilai sosial tertinggi yang mereka pegang adalah kesopanan. Nilai ini diwariskan oleh para sesepuh, dari generasi ke generasi.
PPTQ Qoryatul Qur’an didirikan oleh para sesepuh, yang kita sebut orang tua, bisa dipastikan salah satu harapan yang ingin diwujudkan di pondok pesantren ini adalah terbentuknya santri-santri yang beradab, dengan budi pekerti yang luhur dan sopan santun.
Santri beradab menjadi harapan bersama |
Harapan yang sangat diinginkan menjadi bagian dari kepribadian para santri ini sebenarnya bisa menjadi petunjuk arah bagi para ustaz-ustazah yang masih muda-muda, yang mungkin belum memiliki cukup pengalaman hidup dan kedewasaan.
Dengan adanya arahan seperti itu, ini menjadi bekal untuk menentukan ke mana pendidikan pesantren harus diarahkan. Maka, pendidikan tersebut akan baik, sinkron, dan sejalan jika waktu dan kemampuan diarahkan untuk memenuhi harapan para orang tua atas pendirian pesantren.
Sebab, dengan segala keterbatasannya, para orang tua memberikan waktu dan kesempatan sebesar-besarnya bagi kita, para ustaz-ustazah, untuk berekspresi dan mencurahkan kemampuan di lembaga pesantren yang sudah mereka dirikan ini.
Kontribusi para sesepuh, seperti mendirikan, membangun, dan menentukan arah tujuan pesantren ini, sangatlah berharga. Pesantren ini diharapkan dapat mengarah ke tujuan yang jelas, dan yang mengawal serta mewujudkannya adalah para pemuda yang memiliki energi dan waktu yang lebih banyak.
Sehingga, sebenarnya, ada hubungan simbiosis mutualisme di sini. Orang tua yang memfasilitasi, sementara ustaz dan ustazah sebagai yang muda, berkarya dan mewujudkan harapan dan keinginan dari para sesepuh tersebut.
Besar harapan pesan ini dapat ditangkap oleh para ustaz dan ustazah, sehingga mereka bisa memaknai dan meresapi untuk apa mereka ada di pondok ini. Selain mengenal diri, mereka juga harus memahami bahwa mereka adalah realisasi harapan para sesepuh.
Di waktu yang sama, pondok ini juga menjadi tempat bagi ustaz dan ustazah untuk terus mengembangkan diri, bakat, minat, serta kemampuan. Sehingga pada akhirnya, mereka pun akan merasakan di masa depan, apa yang dirasakan dan diharapkan oleh orang tua kita saat ini. Tentu, nantinya mereka juga bisa mewariskan harapan-harapan tersebut kepada generasi penerus.
Setuju banget, ketika suatu hari ada acara di mushola dekat rumah, melihat anak pondok yang sopan dan punya tata krama itu kayak adem banget.
BalasHapus