Ada yang Salah dengan Cita-Cita (?)

Oleh: Ustaz Sujud Eloy
Tim Kepengasuhan Pesantren
PPTQ Qoryatul Qur’an

Cita-cita. Sering kali kita atau guru-guru di sekolah menanyai anak-anak tentang apa cita-cita yang ingin digapainya kelak dewasa. Hal ini dilakukan sebagai bentuk motivasi bagi mereka untuk lebih giat belajar.

Kemudian kita akan mendapati sebagian besar anak akan menjawab dengan nama-nama pekerjaan, seperti tentara, polisi, dokter, pilot, bisnisman, atlet sepak bola, arsitek, dan banyak lagi.

Cita-cita
Seorang anak membayangkan cita-cita

Mari kita coba cermati jawaban mereka itu. Kalau kita jeli maka kita dapati ada kesamaan yang barangkali tidak terungkap di mulut ketika menyampaikan jenis cita-cita itu, yaitu ingin punya banyak uang.

Adakah yang salah? Apakah memang seyogianya demikian? Sekolah bayar mahal-mahal maka harus bisa mendapat pekerjaan atau profesi yang menghasilkan banyak uang? Sebaiknya kita mengubah pola pikirnya, supaya ujungnya bukan uang.

Caranya adalah dengan kita ajarkan dan tanamkan dalam pemahaman anak, bahwa cita-cita tertinggi kita adalah meraih rida Allah, dengan cara menjadi bermanfaat bagi umat, dalam bidang arsitek, kedokteran, militer, perdagangan, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, titik tekannya adalah BERMANFAAT supaya Allah rida. Jangan biarkan kecintaan pada harta mengalahkan kecintaan pada Allah. Inilah hal utama yang seharusnya kita tanamkan sejak kecil, sejak mereka membayangkan kelak dewasa mau jadi apa.

Selanjutnya, coba kita geser sedikit ke permasalahan yang seringkali terjadi saat memondokkan anak di pesantren. “Kak, kalau betah mondok 3 tahun akan Ayah belikan HP atau motor.”

Apakah kita menyadari saat mengatakan hal itu, efeknya akan sangat parah ketika di pondok? Anak akan berpikir yang penting betah, tidak perlu belajar, tidak perlu taat peraturan, bersantai saja, dan banyak hal merusak lainnya.

Sebaiknya, mari kita ganti dengan perkataan semisal ini, “Kakak kan calon pemimpin, harus punya bekal ilmu yang cukup, insyaallah kalai Kakak butuh HP atau motor, semoga Allah memampukan Ayah untuk beli buat Kakak.”

Di sini titik tekannya adalah ilmu yang cukup, dan akan bersambut dengan nasihat-nasihat dari para ustaz di pondok. Biasakan mereka untuk menempatkan Allah dan keridaan-Nya di tingkat paling atas.

Ingat, tidak hanya anak kita yang harus diperbaiki niatnya, kita para orang tua juga harus meluruskan niat, supaya semua perjuangan kita tidak berujung pada sekadar mengumpulkan harta semata, akan tetapi kebermanfaatan untuk umat dalam rangka meraih rida Allah.

5 komentar untuk "Ada yang Salah dengan Cita-Cita (?)"

  1. Pemilihan kata yang tepat akan mempunyai dampak yang besar ke anak-anak ya, apalagi bagi anak yang kritis, harus berhati-hati memilih dan memilah kata nih, alih-alih anak-anak smeangat tapi ternyata beda tujuan dengan yang dimaksud orang tua

    BalasHapus
  2. Masya Allah benar sekali, seringkali kita lupa sama niat mendidik anak untuk apa. Luruskan cita-cita anak dengan meraih rido Allah. Kalau Allah sudah rido, jalan anak menggapai cita-cita pun dimudahkan dan kita sebagai orang tua lebih sabar dalam mendidik anak.

    BalasHapus
  3. Reminder banget buat para orang tua, kadang niat menyekolahkan anak tuh dengan iming-iming harta Dunia. padahal jauh dari itu semua, kita bisa menggunakan dasar agama sebagai landasannya ya.

    BalasHapus
  4. Pemilihan kata untuk menyampaikan ke anak tuh penting banget ya, sebenarnya maksudnya sama tapi dipilah dan dipilih biar anakpun memahami dengan lebih menyenangkan tanpa merasa terbebanj

    BalasHapus
  5. Pada akhirnya tujuan cita-cita itu balik lagi ke diri masing-masing, ya. Harus idealis atau realistis? Namun, memang perlu diperhatikan tujuannya, apakah semata hanya Karena uang? Kalau begini perlu diarahkan lagi supaya prosssnya tetap di koridor yang tepat dan baik

    BalasHapus