Kesungguhan dan totalitas lebih penting daripada kemampuan. Kita bisa menjadi besar bermodal kemauan. Tetap melangkah meski seringkali ada kekurangan dan kesalahan. Semua itu akan tertutupi oleh kemauan yang besar.
Seiring berjalannya waktu, jangan hanya berhenti pada kemauan dan komitmen. Hal yang perlu dilakukan adalah evaluasi. Dari evaluasi demi evaluasi, kita lakukan standarisasi dari yang tak berkompetensi sehingga bisa memiliki kemampuan dan ilmunya.
Ustaz Setyadi sampaikan nasihat pada pembukaan Daurah Kepengasuhan yang dihadiri para asatidz PPTQ Qoryatul Qur'an |
Fenomena generasi kita dulu, adalah maju tanpa ilmu. Asal ada semangat maju saja terus. Kalau sekarang malah sebaliknya, ada ilmu tapi tak maju-maju. Kiranya apa yang salah dengan semua ini? Tanpa ilmu bisa bergerak maju, ada ilmu malah stagnan, mandek tak ada kemajuan.
Semangat yang luar biasa yang tidak didukung ilmu menimbulkan cara yang tak tepat bahkan tanpa pikir panjang. Yang penting bergerak saja. Yang penting berangkat saja. Terjang apa yang menghalang, meski tak tahu seberapa besar itu halangan.
Sementara di sisi lain, ada yang berilmu tapi tak memiliki semangat. Kemauannya kecil bahkan mudah patah. Berbagai alasan remeh bisa jadi penghalang. Diminta mengisi kajian saja misalnya, ada hujan enggan berangkat. Ada saja kondisi jadi alasan. Lampu kendaraan mati, jarak yang dirasa jauh, dan lainnya.
Coba direnungkan. Jarak yang jadi alasan, hujan jadi alasan, ketiadaan sarana atau kendaraan jadi alasan. Bagaimana ketika ada tantangan lebih berat misalnya jarak lebih jauh? Atau hujan bukan lagi air tapi hujan peluru. Apa yang salah dengan orang berilmu itu? Ternyata seperti inilah ilmu yang tidak memiliki keberkahan.
Akhirnya, kita harus menjadikan semua itu bahan evaluasi bersama. Apa yang membuat langkah menjadi berat? Apa yang menjadi akar permasalahannya? Temukan permasalahan itu dan cabut akarnya agar tak muncul lagi menjadi masalah serupa.
Ternyata kita bisa lemah bukan karena tidak makan, tapi karena makanan yang kita konsumsi tidak menjadi keberkahan. Tidak bisa memberikan energi yang positif. Seperti itulah orang berilmu tanpa kemauan. Kompetensi ada minim komitmen.
Multi talenta tapi tak bergerak maka ia tak akan dipilih. Ketika berlatih tak mau sungguh-sungguh, dengan alasan nanti saja kalau berperang baru akan sungguh-sungguh, maka ia tak akan dipakai. Pemain bola terkenal yang tak mau hadir latihan maka ia tak akan dipakai dalam pertandingan sesungguhnya.
Generasi saat ini adalah penerus perjuangan generasi sebelumnya. Estafet itu bukan dengan mengulang lari dari start, tapi melanjutkan dari pelari terakhir untuk diteruskan ke pelari di depan kita. Maka larilah lebih cepat, bukan malah menurunkan kualitas.
Jangan merasa ini tugas kita sudah berat. Belum, ini belum seberapa. Perjuangan harus terus naik ke level lebih tinggi. Ada tanggung jawab terhadap ilmu yang dimiliki. Jangan sekali-kali mengkhianati ilmu karena enggan meninggalkan zona nyaman. Mari kita renungkan bersama.
Nasihat ini disampaikan Direktur Umum PPTQ Qoryatul Qur’an Ustaz Setyadi Prihatno, S.Sos., M.P.I saat membuka kegiatan Daurah Kepengasuhan para asatidz PPTQ Qoryatul Qur’an, 7 Juli 2023 di Komplek Asem Legi, Gabeng.
Posting Komentar untuk "Ustaz Setyadi Prihatno: Komitmen Lebih Penting daripada Kompetensi"