Senin, 12 Juni 2023, pukul 10.00 WIB. Para asatidz-asatidzah PPTQ Qoryatul Qur’an menghadiri majelis taklim bersama Ustaz Dr. Imam Zamroji, MA, Wakil Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat, yang berkenan berkunjung ke Qoryatul Qur’an. Bertempat di Masjid Widad El Fayez Komplek Asem Legi, Gabeng.
Ustaz Imam Zamroji mengawali tausiah dengan menyebutkan sebuah pepatah, “Jika Anda berpikir dalam jangka waktu satu tahun, tanamlah benih; jika dalam jangka waktu sepuluh tahun, tanamlah pohon. Dan jika Anda berpikir tanpa batas waktu ke depan, maka didiklah generasi.”
Ustaz Imam Zamroji bangga menjadi pendidik |
Beliau kemudian mengatakan, jika ada yang bertanya tentang profesi maka dengan senang hati menjawab bahwa beliau adalah seorang guru mengaji. Guru mengaji atau pendidik adalah sejatinya pahlawan tanpa tanda jasa yang penuh jasa. Jangan mengira bahwa menjadi pendidik itu perkara sepele.
Ustaz Imam Zamroji kemudian mengajak mengenang sejarah. Tentang salah seorang sahabat Nabi, yakni Mush'ab bin Umair. Dia adalah anak muda tampan dari kalangan bangsawan. Kalau saja ia berpikir di zona aman maka ia tak akan berkotor tangan melaksanakan perintah menjadi guru ngaji di Madinah.
Namun, Mush'ab dengan sepenuh hati, menerima amanah itu, menjadi guru ngaji yang dalam jangka waktu satu tahun berdakwah, telah melaporkan kepada Rasulullah ﷺ, bahwa setiap rumah di Madinah tak ada satupun kecuali telah ditawarinya Islam.
Ustaz Imam Zamroji mengaku telah diajak berkeliling melihat Pesantren Qoryatul Qur’an ini. Sebuah pesantren yang tumbuh bersama masyarakat. Beliau yakin, dari pesantren di Weru ini kelak akan lahir pejuang-pejuang Islam yang siap diterjunkan ke mana saja.
Selanjutnya, beliau membacakan sebuah ayat Al-Qur’an yang mengisahkan masa awal Rasulullah ﷺ mendakwahkan Islam. Ketika pengikut beliau masih sedikit, dan sebagian besar adalah kalangan bawah dan lemah dalam hal duniawi.
وَا صْبِرْ نَـفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِا لْغَدٰوةِ وَا لْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْ ۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ وَ لَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَا تَّبَعَ هَوٰٮهُ وَكَا نَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” (QS. Al-Kahfi 18: Ayat 28)
Ayat di atas turun sekitar 4 tahun setelah Rasulullah ﷺ berdakwah, sebelum hijrahnya para sahabat ke Habsyah. Di mana ketika itu, intimidasi dan penyiksaan, bahkan pembunuhan terhadap kaum muslimin terjadi dengan semena-mena. Setelah gugurnya seorang muslimah sebagai syahidah pertama, bernama Sumayyah binti Khayyat, budak perempuan Abu Hudzaifah bin Mughirah.
Pada suasana seperti itu, Allah ﷻ membimbing dan memberi arahan langsung kepada Rasulullah ﷺ, melalui ayat di atas, agar bersabar bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan di waktu petang. Dan masa itu perjuangan sedang berada pada masa perintisan generasi Islam pertama.
Di pesantren Qoryatul Qur’an ini, berkumpul anak-anak yang rela jauh dari orang tua untuk belajar Al-Qur’an. Meski mereka ada yang bandel, atau kurang pandai misalnya. Itu adalah amanah bagi para asatidz. Mari kita lebih memahami keadaan mereka, jangan menjadi yang selalu ingin dipahami oleh mereka.
Ustaz Imam Zamroji mengenang pengalaman pada awal 1993, beliau pernah diutus berdakwah di sebuah desa yang mayoritas nonmuslim. Tak ada satu pun muslimah di situ yang berjilbab. Beliau memulai dengan mengajak anak-anak TK, satu demi satu, dari rumah ke rumah, mengajari mereka ilmu agama.
Ada saja cibiran teman-teman yang mengatakan seharusnya beliau bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dibanding hanya mengajar anak TK. Beliau mengatakan padanya, kita tunggu, 40 tahun mendatang, anak-anak ini akan menjadi lebih baik daripada beliau. Dan kelak akan mendapati manfaat dari ilmu yang diajarkan tersebut.
Allah ﷻ menasihati Rasulullah ﷺ agar jangan sampai kedua mata berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Jangan pernah pula kita berpikir berhenti jadi ustaz-ustazah, hanya karena menginginkan gaji lebih tinggi di tempat lain. Inilah ujian. Mau hitung-hitungan dunia atau akhirat? Cukuplah renungkan hadis berikut ini.
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim)
Poinnya adalah, betapa bahagianya menjadi guru, menjadi pendidik, menjadi asatidz. Dari tangannya akan tumbuh generasi yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya. Maka betapa berlimpah nilai jariah yang akan didapatkan oleh seorang yang berprofesi sebagai guru. Berbahagialah menjadi seorang pendidik.
Posting Komentar untuk "Ustaz Dr. Imam Zamroji, MA: Berbahagialah Menjadi Pendidik"